Balai Persis


VIVAnews - Solo memiliki sejarah panjang dalam sejarah persepakbolaan Indonesia. Sebab, proses lahirnya induk organisasi sepakbola Indonesia, yakni PSSI di Kota Bengawan ini. Salah satu bangunan yang menjadi saksi bisu sejarah tersebut adalah Balai Persis. Di bangunan bergaya lawas tersebut pertemuan Kongres PSSI pertama digelar yang memutuskan Soeratin Sosrosoegondo menjadi ketua umum.

Siapa mengira gedung Balai Persis yang terletak di Jalan Gajah Mada No. 73 Solo, pernah menorehkan tinta sejarah. Bangunan lawas yang berwarna coklat muda itu, hingga saat ini masih menjadi tempat pertemuan tim Persis Solo.

Salah satu Pengurus Stadion Sriwedari, Heri Gogor mengisahkan bahwa Balai Persis telah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda. Alhasil, bangunan gedung yang terletak tepat di seberang Monumen Pers tersebut bisa dibilang sebagai bangunan cagar budaya. Apalagi jika ditambah catatan sejarah kelahiran PSSI  di ruang pertemuan bangunan itu.

"Seingat saya, bangunan Balai Persis itu sudah ada sejak zaman Belanda. Awalnya gedung tersebut berfungsi untuk tempat pertemuan klub-klub sepakbola yang bernaung dibawah Persis," kata Heri kepada VIVAnews.com di Solo.

Heri menambahkan, pada masa penjajahan Belanda, permainan sepakbola dikuasai dan dimonopoli oleh Belanda. Dengan begitu, keinginan masyarakat Solo untuk ikut bermain sepakbola pun menjadi tak tersalurkan. Alhasil, muncullah klub-klub sepakbola lokal.

Klub-klub tersebut, lanjut dia, pada saat itu menjadi alat komunikasi pergerakan untuk memerangi penjajah. Sehingga klub-klub yang bernaung dibawah Persis kala itu, merupakan klub yang berasal dari ormas. "Ada klub Hizbul Wathon, Al Wathoni, Mars, Jupiter dan lainnya," sebut Heri.

Karena perkembangan sepakbola di Solo cukup pesat, maka Raja Keraton Kasunanan Surakarta saat itu, Paku Buwono X  membangun Stadion Sriwedari pada tahun 1933. Meskipun telah didirikan stadion, namun keinginan masyarakat untuk bisa mengakses sarana lapangan stadion itu belum bisa. Karena, lagi-lagi Belanda masih memonopolinya. Hanya kalangan ningrat yang bisa mengaksesnya.

"Karena tetap dikuasai oleh Belanda maka klub-klub kita yang semacam pergerakan mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia Surakarta. Jadi tidak hanya klub-klub di Solo yang bergabung namun juga klub dari kabupaten yang ada di wilayah eks Karesidenan Surakarta. Dan penggagas ide tersebut adalah Soeratin," terangnya.

Setelah permainan sepakbola berkembang pesat dan menjadi alat komunikasi pergerakan. Muncullah, ide gagasan untuk menyatukan klub-klub sepakbola seluruh Indonesia. Penggagas ide tersebut berasal dari Magelang. Lantas, klub perserikatan dari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Ujungpandang dan Magelang melakukan pertemuan kongres di Solo sekitar tahun 1930.

"Kongres itu menjadikan dileburkankan Perserikatan Sepakbola Seluruh Indonesia Surakarta menjadi PSSI. Tercetusnya di Solo, meskipun Yogyakarta juga menjadi penggagas tapi yang jelas kongres tersebut diselenggarakan di Solo. Tepatnya di Balai Persis,” tegasnya.

Dalam kongres tersebut juga memilih secara aklamasi Soeratin menjadi Ketua Umum PSSI yang pertama kali. "Karena beliau menjadi ketua umum yang pertama, maka patung Soeratin pun dipasang di depan Balai Persis. Sekali lagi, Balai Persis menjadi tempat lahirnya bola di Indonesia," ungkap Heri.

Hingga saat ini, Balai Persis yang memiliki ukuran luas bangunan sekitar 8x20 meter telah mengalami tiga kali renovasi. Renovasi itu tidak sampai merubah bentuk asli bangunan. Karena hanya renovasi finishing saja. "Renovasi paling terakhir terjadi pada tahun 2003. Sedangkan renovasi sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 1992 dan 1970," dia menambahkan.
(http://bola.viva.co.id/news/read/232082-balai-persis-di-solo-jadi-saksi-lahirnya-pssi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar